Prabu Drupada |
Drupada,
atau sering pula disebut Yadnyasena,
adalah
putra Arya Dupara dari Hargajambangan, dan merupakan turunan ke tujuh dari
Bathara Brahma. Saat masih muda ia bernama Arya Sucitra
Raden Sucitra berasal dari Atasangin (seberang) dan datang ke Cempalareja. Pada waktu itu raja Cempalareja, Prabu Gandabayu, mengadakan adu tenaga melawan Gandamana dengan perjanjian, bahwa barang siapa dapat mengalahkan Gandamana akan diganjar putri Prabu Gandabayu bernama Dewi Gandawati.
Raden Sucitra masuk gelanggang dan
terjadilah perang tanding adu tenaga yang sangat ramai. Setelah Sucitra hampir
dikalahkan oleh Gandamana, datanglah Pandu membantu dengan kesaktiannya, hingga
kalahlah Gandamana.
Sucitra mendapat putri yang
dijanjikan dan ia diangkat sebagai raja muda di Cempalareja dengan gelar Prabu
Anom Drupada. Kemudian ia bertakhta sebagai raja di Cempalareja.
Raden Sucitra bermata kedondongan,
berhidung dan bermulut sembada dan berkumis. Bersanggul gembel, berjamang
dengan garuda membelakang, bersunting kembang kluwih, berkalung bulan sabit
atau disebut juga berkalung putran (ksatria), bergelang, berpontoh dan memakai
kain kerajaan lengkap.
Prabu Drupada (Sucitra) menetap di
Tanah Jawa sebagai raja di Cempalareja. Agak tenang mukanya dan bercat hitam.
Bergelung keling, berjamang dengan garuda membelakang dan bersunting kembang
kluwih. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkalung ulur-ulur (kalung
panjang). Berkain bokongan kerajaan lengkap. Ia dianggap sebagai orang Jawa
asli dan berasal dari Tanah Jawa. Kemudian keturunan Drupada bercampur dengan
keturunan Pendawa, Putri Drupada yang tertua, Dewi Drupadi dipermaisuri oleh
Prabu Yudistira dan putri yang kedua Dewi Wara Srikandi, diperistri oleh Raden
Arjuna.
Karena adanya hubungan kekeluargaan
itu, maka Prabu Drupada digolongkan memihak pendawa. Dalam perang Bartayuda
Sang Prabu beserta kerabatnya berkorban di pihak Pendawa.
Keturunan Prabu Drupada dan
Yudistira bernama Raden Pancawala, ksatria pahlawan dalam perang Baratayuda.
Putra yang seorang lagi putri dan bernama Dewi Wara Srikandi, tersebut di atas.
Dewi Srikandi kawin dengan Arjuna dan minta sebagai jujur diperbaikinya Taman
Maerakaca yang telah rusak dalam semalaman selesai. Permintaan ini dapat
dilaksanakan,
Prabu Drupada suatu ketika menerima
pinangan Prabu Jungkungmardea, raja negara Paranggubarja, untuk putrinya, Dewi
Wara Srikandi. Tergiur oleh kemuliaan raja ini, maka Drupada pun berhasrat
untuk mengambil Jungkungmardea sebagai menantunya. Setelah Srikandi mengetahui
tentang hasrat ramandanya itu, datanglah ia pada Arjuna untuk minta
perhindungannya. Di dalam perang yang terjadi antara Arjuna dan Jungkungmardea,
yang tersebut belakangan ini telah tewas oleh Arjuna.
Pembelaan Raden Arjuna bagi Dewi
Srikandi sebenarnya tak lain daripada pembelaan karena sedumuk bathuk, suatu
kiasan untuk perebutan wanita. Jaman itu (purwa) ksatria berebut putri dianggap
sebagai perbuatan mulia yang bisa menambah harum nama ksatria. Perbuatan
demikian tidak dianggap sebagai sesuatu yang hina, oleh karena dilakukan dengan
mempertaruhkan jiwa.
No comments:
Post a Comment