Labels

Saturday, 8 October 2016

Perkembangan Musik Indie di Indonesia


Dunia musik tidak mengenal batas wilayah, usia, ras dan sebagainya. Musik bisa dinikmati oleh siapapun juga. Saat ini, musik berkembang mengikuti perkembangan pola pikir manusia. Ini yang menyebabkan jenis musik menjadi lebih beragam. Penggunaan alat musik tambahan juga banyak sehingga musik menjadi lebih menarik.

Perkembangan musik di indonesia bisa dibilang sangat membanggakan. apalagi ditambah akan kreatifitas anak - anak band yang tidak melupakan budaya musik tradisional, contonya seperti Bondan Prakoso yang memasukkan keroncong dari budaya Jawa, ada juga Balawan yang memasukkan unsur musik Bali dalam musiknya. Sangat disayangkan apabila orang tidak memahami musik dengan baik dari seninya. Padahal hobi musik bisa dijadikan berbagai profesi seperti menjadi artis, guru, pengatur sound sistem, pengelola perusahaan rekaman atau studio, sampai menjadi manajer artis. Akibat orang tidak terlalu memahami musik, maka orang cenderung menganggap mudah permainan musik. Maraknya pembajakan lagu juga disebabkan karena orang kurang memahami proses penciptaan musik yang baik sehingga akhirnya kurang menghargai karya musik.


Namun, disini saya akan membahas tentang musik indie di Indonesia, mungkin banyak yang mengaitkan musik indie dengan musik berjenis metal, punk dan yang lainnya. Memang dilihat dari sejarah musik indie di Indonesia kebanyakan genre-genre tersebut yang lebih berkembang dalam industri musik indie. Tapi bagaimana sebenarnya tentang sejarah musik indie?

Musik indie bukanlah jenis musik atau genre musik, indie lebih kepada gerakan bermusik yang berbasis DIY (do it yourself). Istilah Indie diambil dari kata Independent yang berarti merdeka, bebas, mandiri, dan nggak bergantung. Banyak yang menganggap kalo indie itu sebuah genre musik, seperti halnya rock, jazz, atau sebagainya. Anggapan tersebut sayangnya salah besar. Indie sendiri bukanlah suatu genre musik, melainkan sebuah gerakan musik yang bebas dan mandiri, nggak bergantung sama sebuah label musik atau sebagainya. Band Indie cenderung menciptakan lagu sesuai dengan apa yang mereka sukai dan genre yang mereka inginkan. Nggak jarang kalo lagu-lagu yang mereka ciptakan kebanyakan sangat anti-mainstream dari lagu-lagu di pasaran.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, band Indie tidak punya label untuk bernaung. Tidak jarang mereka membuat label sendiri untuk merekam dan memasarkan karya-karyanya. Pemasaran mereka biasanya melalui antar kawan atau media sosial. Tidak jarang juga mereka melakukan konser-konser kecil di kota-kota besar untuk mempromosikan lagu-lagu mereka. Band Indie sama sekali tidak melibatkan major label atau perusahaan rekaman ternama untuk mempopulerkan karya mereka.

Elvis Presley
Industri musik indie muncul di Amerika sekitar 1920-an. Di era tersebut terdapat beberapa label-label rekaman kecil yang mencoba untuk menandingi label-label besar. Di awal tahun 60-an, Elvis Presley sukses menggemparkan dunia musik dan juga mengubah paradigma bermusik di Amerika dengan musik rock ‘n roll miliknya. Dalam sejarah musik indie di Paris, Perancis mengubah lorong-lorong bawah tanah stasiun kereta api yang menjadi panggung-panggung pertunjukan yang kemudian lahir istilah Underground. Saat itu seniman ingin mencoba untuk mendekatkan diri secara langsung terhadap massa dan juga menentang pola seni dari seniman mainstream.

Dalam sejarah musik indie terdapat sebuah generasi di pertengahan 60-an sampai 70-an yang dinamakan Flower Generation yang menjadikan semangat DIY sebagai semboyan mereka, yang kemudian semangat DIY diadaptasi dalam dunia musik. Semangat untuk membuat gaya sendiri, label sendiri dan musik sendiri benar-benar tumbuh pada zaman itu.

Sex Pistols
            Dalam sejarah musik indie dapat dikatakan Sex Pistols merupakan salah satu band yang pantas disebut mewakili masa flower generation. Band punk tersebut melahirkan lirik-lirik anti kemapanan dan juga dengan aksesoris nyelenehnya yang kental dengan nuansa kritikan sosial. Tidak hanya itu, ada juga Woodstock salah satu pagelaran musik di Amerika tahun 1969 yang mengambil tema “Make Peace Not War”, tema tersebut merupakan suatu bentuk protes terhadap perang Vietnam. Bentuk perlawanan dari flower generation bukan hanya menyuguhkan musik alternatif, namun juga penuh akan muatan sosial.

Di Indonesia musik indie lahir dari musisi Indonesia yang mengadopsi budaya barat dalam berkarya. Dapat dikatakan tahun 70-an musik di Indonesia mulai berkembang. Terdapat beberapa nama seperti Guruh Gipsy, Gang Pegangsaan, God Bless, Giant Step, Super Kid dan lain-lain. Dalam musikalitas mereka merupakan maestro-maestro musik Indonesia, mereka juga mempopulerkan semangat kemerdekaan atau semangat independent/indie dalam bermusik. Dengan pengalaman mereka juga mulai bekerja sama untuk membangun jaringan. Dalam sejarah musik indie, tercatat pula nama Majalah Aktuil, yang banyak membantu perkembangan musik di era 70-an. Melalui tulisan dan peran aktif individu-individu di dalamnya, Aktuil mempromosikan band-band pada jaman itu. 

Tetapi isu-isu sosial belum dianggap penting untuk dibicarakan dalam lirik-lirik mereka. Kalaupun ada, belum menjadi sesuatu yang dominan. Bahkan beberapa grup band (utamanya rock) masih suka memainkan karya-karya band luar negri. Ekspresi kemerdekaan akhirnya hanya menjadi penghias keseharian, gaya hidup bebas ala musisi rock pun menjadi pilihan mereka. 

Pada periode 1990an, perkembangan musik underground semakin pesat. Booming Sepultura dan Metalica menginfluence anak-anak muda Indonesia. Berhadapan dengan industri mainstream yang didominasi oleh rock melayu dan artis wanita, maka jalur underground-lah yang dipilih. Dengan berbasiskan komunitas serta mengandalkan fanzine (buletin-buletin), budaya underground semakin meluas. Dimulailah pembangunan scene-scene musik alternative di masa itu.

Kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Jogjakarta menjadi tempat berkembangnya komunitas-komunitas underground. Pada masa itu musik metal menjadi sebuah suguhan altenatif. Selain itu banyak band mulai berani berekspresi dengan menempatkan isu-isu sosial dalam lirik-liriknya.

PAS Band
PAS band memulai tradisi merilis album secara indie. Album mereka “Four Through The SAP” terjual lebih dari 5000 copy. Selanjutnya banyak band metal dan rock lain memakai metode indie. Tercatat nama-nama seperti Puppen, Koil, Burger Kill, Rotten To The Cure, dll di masa-masa awal perkembangan musik Indie kontemporer Indonesia.

Ada sekian banyak album, termasuk album-album kompilasi yang dirilis bersama oleh band-band pada jaman itu. Mereka terbantukan dengan pembangunan komunitas-komunitas musik. Begitu juga dengan fanzine (buletin) yang berfungsi untuk mempromosikan hasil karya mereka. Panggung-panggung kecil juga kerap digelar di kafe-kafe. Hal ini selaras dengan pembangunan industri kreatif kaum muda lainnya, seperti clothing dan distro.

Istilah Indie baru populer di pertengahan tahun 1990an. Awalnya Indonesia lebih mengenal istilah underground bagi musik yang ‘lari’ dari trend budaya mainstream. Perkembangan musik luar yang menghasilkan beberapa varian-varian baru seperti grunge, brit pop, hip-hop, melodic punk, dll. Hal ini menyeret anak-anak muda Indonesia pada sekian banyak pilihan bermusik. Selanjutnya di kota-kota besar, banyak bermunculan band-band serta komunitas-komunitas dengan varian musik yang beragam. Sejak saat itu istilah underground mulai digantikan dengan istilah indie. Mungkin istilah underground dirasa terlalu identik dengan musik metal. Maka istilah indie dengan kesan yang lebih modern mulai lazim digunakan.

Pure Saturday menjadi pionir band-band dengan aliran selain metal yang membuat album rekaman sendiri. Grup band ini tercatat mencetak album pertamanya pada tahun 1995 dengan tajuk “Not A Pup E.P”. Keberhasilan mencetak album ini lantas diikuti oleh sederet nama lain seperti Waiting Room, Pestol Aer, Toilet Sound, dll.

Selanjutnya booming Indie semakin menjadi, ketika Mocca (band Swing Pop asal Bandung) sukses menembus angka di atas 100.000 copy dalam penjualan kaset mereka. Keberhasilan Mocca, turut membawa dampak bagi perkembangan musik indie. Selanjutnya deretan nama seperti Puppen, Shaggy Dog, Superman Is Dead, Rocket Rockers, Superglad, dll mencuri perhatian para penikmat musik.

Bahkan beberapa nama di atas, mendapat kontrak dari label-label rekaman besar. Kontrak ini sempat menjadi perdebatan di scene-scene indie. Sebagian dari para scenester menganggap hal ini sebagai pengkhianatan terhadap idealisme independent. Sebagian lagi menganggap ini sebagai peluang memperkenalkan musik mereka secara massal.

Terlepas dari perdebatan-perdebatan tersebut, musik indie tetap mendapatkan tempat di dunia musik Indonesia. Beberapa band seperti The S.I.G.I.T, The Upstairs, The Brandals, The Milo, Bangku Taman, Efek Rumah Kaca, Teenage Dead Star, Seek Six Sick, The Adams, White Shoes And The Couple Company, dan Goodnight Electric mendapatkan tempatnya di hati para penikmat musik. Terakhir delapan album rilisan band dan label indie masuk dalam jajaran 20 album terbaik versi Rolling Stone tahun 2008. Ini membuktikan bahwa kualitas musik band-band Indie di Indonesia sangat baik. Karena mampu bersaing dengan karya band dan label besar (mainstream).

Bahkan dalam hal penyebaran karya, mereka sangat maju. Ketika industi musik mainstream berteriak soal bajakan, beberapa band Indie di Indonesia dengan bangga membagi-bagikan cd album mereka secara gratis. Metode yang bertolak belakang dengan keinginan para produser musik mainstream.

KOIL merilis album “Black Shines On”, membagikannya sebagai bonus Majalah Rolling Stone Indonesia. Langkah ini diikuti oleh Naif dan Rosewood. Sebelumnya The Upstairs melepas lagu mereka secara gratis lewat situs Myspace. Langkah ini meniru band-band luar negeri (Radiohead, Coldplay, dan Metallica).

Efek Rumah Kaca
Semangat-semangat perlawanan juga masih terdengar dalam lirik-lirik band indie di Indonesia. Terakhir kita dengar Efek Rumah Kaca yang lugas dalam merekam realitas sosial. Lagu ‘Di Udara’ misalnya, bercerita soal kematian Munir. Selanjutnya ada ‘Cinta Melulu’, yang mengkritik soal budaya latah musisi Indonesia dalam membuat lirik-lirik lagu cinta. Hits lainnya ‘Jalang’, mengkritik kebijakan UU Pornografi dan Pornoaksi.

Ras Muhammad dengan musik reggae-nya pantas juga disebut sebagai musisi indie yang concern berbicara soal realitas-realitas sosial. Belum lagi jika menyebut beberapa band punk seperti Marjinal dan Bunga Hitam yang hampir setiap lirik lagunya berbau kritik sosial. Hal yang sama juga masih dilakukan oleh band-band lain, seperti Burger Kill, KOIL, Seringai, Komunal, dll. Untuk band-band seperti ini kita pantas mengucap salut. Mereka benar-benar mengadopsi idealisme indie dalam bermusik. Idealisme yang bukan hanya sekedar dimaknai dalam proses distribusi dan produksi kaset / cd, tapi juga dalam karya mereka yang jujur dalam merekam realistas sosial.

No comments:

Post a Comment