Dunia musik tidak mengenal batas wilayah, usia, ras dan
sebagainya. Musik bisa dinikmati oleh siapapun juga. Saat ini, musik berkembang
mengikuti perkembangan pola pikir manusia. Ini yang menyebabkan jenis musik
menjadi lebih beragam. Penggunaan alat musik tambahan juga banyak sehingga
musik menjadi lebih menarik.
Perkembangan musik di
indonesia bisa dibilang sangat membanggakan. apalagi ditambah akan kreatifitas
anak - anak band yang tidak melupakan budaya musik tradisional, contonya
seperti Bondan Prakoso yang memasukkan
keroncong dari budaya Jawa, ada juga Balawan
yang memasukkan unsur musik Bali dalam musiknya. Sangat disayangkan apabila orang tidak
memahami musik dengan baik dari seninya. Padahal hobi musik bisa dijadikan
berbagai profesi seperti menjadi artis, guru, pengatur sound sistem, pengelola
perusahaan rekaman atau studio, sampai menjadi manajer artis. Akibat orang
tidak terlalu memahami musik, maka orang cenderung menganggap mudah permainan
musik. Maraknya pembajakan lagu juga disebabkan karena orang kurang memahami
proses penciptaan musik yang baik sehingga akhirnya kurang menghargai karya
musik.
Namun, disini saya akan
membahas tentang musik indie di Indonesia, mungkin banyak yang mengaitkan musik
indie dengan musik berjenis metal, punk dan yang lainnya. Memang dilihat dari
sejarah musik indie di Indonesia kebanyakan genre-genre tersebut yang lebih
berkembang dalam industri musik indie. Tapi bagaimana sebenarnya tentang
sejarah musik indie?
Musik indie bukanlah
jenis musik atau genre musik, indie lebih kepada gerakan bermusik yang berbasis
DIY (do it yourself). Istilah Indie
diambil dari kata Independent yang berarti merdeka, bebas, mandiri, dan nggak
bergantung. Banyak yang menganggap kalo indie itu sebuah genre musik, seperti
halnya rock, jazz, atau sebagainya. Anggapan tersebut sayangnya salah besar.
Indie sendiri bukanlah suatu genre musik, melainkan sebuah gerakan musik yang
bebas dan mandiri, nggak bergantung sama sebuah label musik atau sebagainya.
Band Indie cenderung menciptakan lagu sesuai dengan apa yang mereka sukai dan
genre yang mereka inginkan. Nggak jarang kalo lagu-lagu yang mereka ciptakan
kebanyakan sangat anti-mainstream dari lagu-lagu di pasaran.
Seperti
yang saya bilang sebelumnya, band Indie tidak punya label untuk bernaung. Tidak
jarang mereka membuat label sendiri untuk merekam dan memasarkan
karya-karyanya. Pemasaran mereka biasanya melalui antar kawan atau media
sosial. Tidak jarang juga mereka melakukan konser-konser kecil di kota-kota
besar untuk mempromosikan lagu-lagu mereka. Band Indie sama sekali tidak
melibatkan major label atau perusahaan rekaman ternama untuk mempopulerkan
karya mereka.
Elvis Presley |
Industri musik indie muncul di
Amerika sekitar 1920-an. Di era tersebut terdapat beberapa label-label rekaman
kecil yang mencoba untuk menandingi label-label besar. Di awal tahun 60-an, Elvis
Presley sukses menggemparkan dunia musik dan juga mengubah paradigma
bermusik di Amerika dengan musik rock ‘n roll miliknya. Dalam sejarah musik
indie di Paris, Perancis mengubah lorong-lorong bawah tanah stasiun kereta api
yang menjadi panggung-panggung pertunjukan yang kemudian lahir istilah Underground. Saat itu seniman ingin
mencoba untuk mendekatkan diri secara langsung terhadap massa dan juga
menentang pola seni dari seniman mainstream.
Dalam sejarah musik indie terdapat
sebuah generasi di pertengahan 60-an sampai 70-an yang dinamakan Flower
Generation yang menjadikan semangat DIY sebagai semboyan mereka,
yang kemudian semangat DIY diadaptasi dalam dunia musik. Semangat untuk membuat
gaya sendiri, label sendiri dan musik sendiri benar-benar tumbuh pada zaman
itu.
Sex Pistols |
Di Indonesia musik
indie lahir dari musisi Indonesia yang mengadopsi budaya barat dalam berkarya.
Dapat dikatakan tahun 70-an musik di Indonesia mulai berkembang. Terdapat
beberapa nama seperti Guruh Gipsy, Gang Pegangsaan, God Bless, Giant Step,
Super Kid dan lain-lain. Dalam musikalitas mereka merupakan maestro-maestro
musik Indonesia, mereka juga mempopulerkan semangat kemerdekaan atau semangat
independent/indie dalam bermusik. Dengan pengalaman mereka juga mulai bekerja
sama untuk membangun jaringan. Dalam sejarah musik indie, tercatat pula nama Majalah
Aktuil, yang banyak membantu perkembangan musik di era 70-an. Melalui tulisan dan peran aktif individu-individu di
dalamnya, Aktuil mempromosikan band-band pada jaman itu.
Tetapi
isu-isu sosial belum dianggap penting untuk dibicarakan dalam lirik-lirik
mereka. Kalaupun ada, belum menjadi sesuatu yang dominan. Bahkan beberapa grup
band (utamanya rock) masih suka memainkan karya-karya band luar negri. Ekspresi
kemerdekaan akhirnya hanya menjadi penghias keseharian, gaya hidup bebas ala
musisi rock pun menjadi pilihan mereka.
Pada
periode 1990an, perkembangan musik underground semakin pesat. Booming Sepultura dan Metalica menginfluence anak-anak muda Indonesia. Berhadapan dengan
industri mainstream yang didominasi oleh rock melayu dan artis wanita, maka
jalur underground-lah yang dipilih. Dengan berbasiskan komunitas serta
mengandalkan fanzine (buletin-buletin), budaya underground semakin meluas.
Dimulailah pembangunan scene-scene musik alternative di masa itu.
Kota-kota
besar seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Jogjakarta menjadi tempat
berkembangnya komunitas-komunitas underground. Pada masa itu musik metal
menjadi sebuah suguhan altenatif. Selain itu banyak band mulai berani
berekspresi dengan menempatkan isu-isu sosial dalam lirik-liriknya.
PAS Band |
PAS band memulai tradisi merilis album
secara indie. Album mereka “Four Through
The SAP” terjual lebih dari 5000 copy. Selanjutnya banyak band metal dan
rock lain memakai metode indie. Tercatat nama-nama seperti Puppen, Koil, Burger Kill, Rotten To The Cure, dll di masa-masa
awal perkembangan musik Indie kontemporer Indonesia.
Ada
sekian banyak album, termasuk album-album kompilasi yang dirilis bersama oleh
band-band pada jaman itu. Mereka terbantukan dengan pembangunan
komunitas-komunitas musik. Begitu juga dengan fanzine (buletin) yang berfungsi
untuk mempromosikan hasil karya mereka. Panggung-panggung kecil juga kerap
digelar di kafe-kafe. Hal ini selaras dengan pembangunan industri kreatif kaum
muda lainnya, seperti clothing dan distro.
Istilah
Indie baru populer di pertengahan tahun 1990an. Awalnya Indonesia lebih
mengenal istilah underground bagi musik yang ‘lari’ dari trend budaya
mainstream. Perkembangan musik luar yang menghasilkan beberapa varian-varian baru
seperti grunge, brit pop, hip-hop, melodic punk, dll. Hal ini menyeret
anak-anak muda Indonesia pada sekian banyak pilihan bermusik. Selanjutnya di
kota-kota besar, banyak bermunculan band-band serta komunitas-komunitas dengan
varian musik yang beragam. Sejak saat itu istilah underground mulai digantikan
dengan istilah indie. Mungkin istilah underground dirasa terlalu identik dengan
musik metal. Maka istilah indie dengan kesan yang lebih modern mulai lazim
digunakan.
Pure Saturday menjadi pionir band-band dengan aliran
selain metal yang membuat album rekaman sendiri. Grup band ini tercatat
mencetak album pertamanya pada tahun 1995 dengan tajuk “Not A Pup E.P”. Keberhasilan mencetak album ini lantas diikuti oleh
sederet nama lain seperti Waiting Room, Pestol
Aer, Toilet Sound, dll.
Selanjutnya
booming Indie semakin menjadi, ketika Mocca
(band Swing Pop asal Bandung) sukses menembus angka di atas 100.000 copy dalam
penjualan kaset mereka. Keberhasilan Mocca,
turut membawa dampak bagi perkembangan musik indie. Selanjutnya deretan nama
seperti Puppen, Shaggy Dog, Superman Is
Dead, Rocket Rockers, Superglad, dll mencuri perhatian para penikmat musik.
Bahkan
beberapa nama di atas, mendapat kontrak dari label-label rekaman besar. Kontrak
ini sempat menjadi perdebatan di scene-scene indie. Sebagian dari para
scenester menganggap hal ini sebagai pengkhianatan terhadap idealisme
independent. Sebagian lagi menganggap ini sebagai peluang memperkenalkan musik
mereka secara massal.
Terlepas
dari perdebatan-perdebatan tersebut, musik indie tetap mendapatkan tempat di
dunia musik Indonesia. Beberapa band seperti The S.I.G.I.T, The Upstairs, The Brandals, The Milo, Bangku Taman, Efek
Rumah Kaca, Teenage Dead Star, Seek Six Sick, The Adams, White Shoes And The
Couple Company, dan Goodnight Electric mendapatkan tempatnya di hati para
penikmat musik. Terakhir delapan album rilisan band dan label indie masuk dalam
jajaran 20 album terbaik versi Rolling
Stone tahun 2008. Ini membuktikan bahwa kualitas musik band-band Indie di
Indonesia sangat baik. Karena mampu bersaing dengan karya band dan label besar
(mainstream).
Bahkan
dalam hal penyebaran karya, mereka sangat maju. Ketika industi musik mainstream
berteriak soal bajakan, beberapa band Indie di Indonesia dengan bangga
membagi-bagikan cd album mereka secara gratis. Metode yang bertolak belakang
dengan keinginan para produser musik mainstream.
KOIL merilis album “Black Shines On”, membagikannya sebagai bonus Majalah Rolling Stone
Indonesia. Langkah ini diikuti oleh Naif dan
Rosewood. Sebelumnya The Upstairs melepas lagu mereka secara
gratis lewat situs Myspace. Langkah ini meniru band-band luar negeri (Radiohead, Coldplay, dan Metallica).
Efek Rumah Kaca |
Semangat-semangat
perlawanan juga masih terdengar dalam lirik-lirik band indie di Indonesia.
Terakhir kita dengar Efek Rumah Kaca
yang lugas dalam merekam realitas sosial. Lagu ‘Di Udara’ misalnya, bercerita soal kematian Munir. Selanjutnya ada
‘Cinta Melulu’, yang mengkritik soal
budaya latah musisi Indonesia dalam membuat lirik-lirik lagu cinta. Hits
lainnya ‘Jalang’, mengkritik kebijakan
UU Pornografi dan Pornoaksi.
Ras Muhammad dengan musik reggae-nya pantas juga
disebut sebagai musisi indie yang concern berbicara soal realitas-realitas
sosial. Belum lagi jika menyebut beberapa band punk seperti Marjinal dan Bunga Hitam yang hampir setiap lirik lagunya berbau kritik sosial.
Hal yang sama juga masih dilakukan oleh band-band lain, seperti Burger Kill, KOIL, Seringai, Komunal,
dll. Untuk band-band seperti ini kita pantas mengucap salut. Mereka benar-benar
mengadopsi idealisme indie dalam bermusik. Idealisme yang bukan hanya sekedar
dimaknai dalam proses distribusi dan produksi kaset / cd, tapi juga dalam karya
mereka yang jujur dalam merekam realistas sosial.
No comments:
Post a Comment