Labels

Tuesday, 10 January 2017

Kenapa Rakyat Indonesia Anti Cina

Nusantara atau kini Indonesia telah mengalami berbagai kerusuhan anti cina antara  dari waktu ke waktu. Kerusuhan itu bersifat meluas ke berbagai kota. Di situ tercatat kerusuhan tahun 1963, 1972, 1980, 1995, 1996, 1997, 1998. Lebih ke belakang lagi, kerusuhan pernah terjadi pada tahun 1740. Kenapa hal ini berulang kali terjadi. Tulisan ini akan mengajukan dua alasan akar kerusuhan yang berdasarkan sentimen anti cina di Indonesia. Pertama,  penguasa yang buruk sering menjadikan cina sebagai bemper. Kedua, tertutupnya wawasan global warga Nusantara sejak kekalahan Pasukan Pati Unus 1521 oleh Pasukan Portugis.
Oh.. ya Cina yang dimaksud di sini adalah kelompok sosial, bukan gen. Secara genetik, orang jawa itu banyak bercampur dengan Cina. Pati Unus sendiri keturunan Cina dan Arab. Dia punya nama china. 逸孫 Yat Sun. Putri Campa, atau putri Cina, banyak menjadi ibu dari sunan-sunan dan raja-raja jawa. Sedangkan Raden patah punya nama cina 卟嗯 Jin Bun. Ibu Raden Patah orang Cina. Nah Raden Patah itu adalah nenek moyang seluruh raja-raja Mataram. Dan Mataram, apalagi para priyayinya menjadi representasi Jawa.

CINA SEBAGAI BEMPER PENGUASA BURUK
Penguasa yang tidak demokratis memberikan kemudahan-kemudahan usaha bagi cina tapi sekaligus menutup pintu ke dunia politik dan pertahanan dan keamanan.  Dalam pemerintahan yang tidak demokratis, pemerintah cenderung untuk menciptakan “musuh bersama” sebagai salah satu strategi untuk mengalihkan perhatian masyarakat, agar pemerintah yang berkuasa bebas dari “rongrongan” pihak-pihak yang tidak sejalan.  Pemerintahan memberi kemudahan usaha bagi Cina, agar suatu saat bisa dipalak dan jadi cukong, terutama saat pemilihan umum yang membutuhkan banyak uang.
Teori ilmiah yang dipakai untuk membenarkan hubungan semacam ini adalah teori modernisasi.  Pertumbuhan lebih didahulukan daripada pemerataan. Apa yang mau diratakan kalau tidak ada pertumbuhan. Penekanan pada pertumbuhan ini berarti pemberian fasilitas bagi golongan-golongan enterpreneur.  Lebih menguntungkan memberi modal kepada pihak yang mahir dan bermental modern daripada memberi  modal kepada kaum yang terbelakang.
Masalahnya setelah pertumbuhan berlangsung, tidak kunjung tiba pemerataan yang ditunggu-tunggu.  Ada kalanya situasi ekonomi begitu ekstrim sehingga meledaklah perlawanan pada penguasa dan cina, namun cina yang paling mudah terkena sasaran.
Ketika pemerintahan lebih demokratis,  pada masa Soekarno, orang cina bisa duduk di pemerintahan walaupun hidup secara ekonomi relatif susah, saat itu, walaupun sentimen anti Cina tetap ada tetapi tidak sampai mencuat ke permukaan secara terbuka pada zaman orde baru.

TERTUTUPNYA WAWASAN GLOBAL
Ketika teknologi internet dan pesawat udara belum ada, laut adalah satu-satunya jembatan ke dunia global. Gadjah Mada bermimpi mempersatukan nusantara. Nusantara itu melampau pulau jawa. Saat itu, Gadjah mada berada di Jawa ingin menyatukan nusantara. Gadjah Mada melihat peluang besar di luar.  Peluang besar yang mendorong mereka mendirikan kerajaan maritim Majapahit. Sriwijaya juga kerajaan Maritim. Wawasan mereka ke dunia global. Saat itu nusantara sudah global dan terasa besar. Mereka berebut mencari peluang ke dunia global, tidak sibuk berebut di pulau sendiri.
Inisiatif Pati Unus menyerang Malaka menunjukkan betapa Pati Unus itu sangat peka terhadap gerak-gerik dunia global. Dia mengikuti perkembangan dunia dan mendeteksi bahwa kehadiran portugis itu berbahaya bagi nusantara.  Dia tidak inward looking saja, melainkan outward looking.
Keputusan untuk memerangi portugis di Malaka adalah keputusan yang percaya diri. Karena Malaka jauh dari jawa.  Kalau ada kebutuhan logistik tambahan, tentu lebih susah.  Penguasaan medan perang juga kalah dibanding orang Portugis yang berada di Malaka. Waktu itu ia juga minta bantuan orang jawa yang berada di Malaka. Akan tetapi Portugis memergoki mereka, sehingga orang jawa itu lari ke Cirebon. Pati Unus pun bertempur tanpa bantuan mata-mata dan agen dalam – kapal-kapalnya dengan mudah diremuk meriam-meriam yang ditodongkan ke laut di Benteng Portugis di Malaka.
Walaupun Pati Unus dikalahkan oleh Portugis, Portugis tidak berani langsung  ke Jawa, mereka pergi ke Manado. Mungkin perhitungannya, dia menang di Malaka, belum tentu menang kalau perang terjadi di Jawa.
Apa hubungannya cerita ini dengan akar anti Cina di Nusantara? Kekalahan angkatan laut Pati Unus sekaligus diikuti dengan terus melemahnya angkatan laut Demak. Fokus perhatian kerajaan lebih ke Darat. Peluang yang terlihat adalah peluang sebatas darat. Tidak melihat dunia luar. Dunia luar tertutup dalam alam pikiran.  Antar keluarga kerajaan saling berebut peluang kekuasaan lantaran keterbatasan sumber daya dan kekayaan yang berada di darat  itu.  Kerajaan Mataram yang hanya Solo Jogja itu sampai dibagi empat.
Apa hubungannya dengan akar anti cina? Tertutupnya wawasan itu membuat mereka ngotot berebut sumber daya yang terbatas itu. Sehingga sama saudara sendiri saja ribut, apalagi sama orang yang berkulit kuning dan bermata sipit, walaupun dia sendiri keturunan kulit kuning dan bermata sipit itu.  Apalagi Belanda membuat Undang-undang Kependudukan yang membagi warga negara menjadi tiga kelas, yaitu:
Warga negara kelas satu, Asing Barat
Warga Negara kelas dua, Asing Timur
Warga Negara kelas tiga, inlander.
Tertutupnya wawasan telah membuat inlander mudah bergesekan, lebih-lebih dalam pembagian kelas yang memberikan hak istimewa yang lebih baik bagi warga negara kelas satu dan dua. Inilah benih konflik etnis yang berkembang di Indonesia sampai sekarang.

EPILOG
Ada dua akar sentimen anti cina yang kami identifikasi, yaitu inisiatif penguasa yang ingin menjadikan cina sebagai bemper. Selain itu tertutupnya wawasan global kita, sehingga kita tidak melihat peluang global, sibuk berebut peluang di darat saja.  Untuk mengurangi sentimen anti cina, perlu membuka wawasan peluang global dari masyarakat Indonesia, dan berupaya memotong hubungan para cukong dan para tiran.

Sumber : http://nusantarakini.com/2016/05/10/mengapa-orang-indonesia-anti-cina/

No comments:

Post a Comment